Sunday, August 7, 2011

Syarat Syahadatain



Syarat-syarat dua kalimah syahadat; terbahagi kepada tujuh, iaitu;

1-Pengetahuan
Manusia yang menyatakan sesuatu, tentu harus mengetahui dan memahami dahulu apa yang dia ucapkan, begitu juga dengan kalimah syahadah. Seseorang yang bersyahadah, harus memiliki pengetahuan tentang syahadahnya. Dia wajib memahami isi dari dua kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima akibat ucapannya. Orang-orang yang bodoh (jahil) tentang makna syahadah, tidak mungkin dapat mengamalkannya.

Allah SWT berfirman: “Maka ketahuilah bahwa tiada tuhan selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)

Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa meninggal, sedang ia mengetahui bahwa tidak ada tuhan yang disembah kecuali Allah, ia masuk surga.” (Hadits, dalam As Shahih diriwayatkan dari Usman RA.).

2-Keyakinan
Keyakinan di sini berarti mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut. Artinya, seseorang yang bersyahadat mesti meyakini ucapannya dengan makna yang sebenarnya, tanpa ragu sedikitpun. Dalam Al Qur’an Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al Hujurat: 15). Dalam Hadits, juga dinyatakan sebagai berikut: Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Tidak ada seorang hamba yang bertemu dengan Allah dengan dua kalimat ini dan tidak ragu tentang kedua-duanya, kecuali masuk surga.” (HR. Muslim).

3-Keikhlasan
Istilah “keikhlasan” diambil dari kata “susu murni” (al laban al khalish), yang maksudnya tidak lagi dicampuri kotoran yang merusak kemurnian dan kejernihannya. Artinya, ikhlash berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat. Dengan demikian, ucapan syahadat mesti diiringi dengan niat yang ikhlas, lillahi ta’ala. Ucapan yang bercampur dengan riya’ atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus...” (QS. Al Bayinah : 5). Syahadat sendiri merupakan bahagian dari ibadah, oleh karena itu harus dilakukan dengan ikhlas. Setiap perbuatan yang mengandung kemusyrikan, maka akan menghapus amal perbuatan itu sendiri. Dan orang yang melakukannya menderita kerugian, karena pekerjaannya sia-sia tidak bermakna. Dan tidak ikhlas juga bererti mengadakan tandingan-tandingan selain Allah SWT selain tuhannya. Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar : 39).

4-Kejujuran
Dalam hal ini, kejujuran adalah bahwa “zahirnya” tidak boleh menyalahi “batinnya”. Keduanya harus saling sesuai dan sejalan, iaitu antara zahir dan batinnya, antara ilmu dan amalnya, antara apa yang ada di dalam hatinya dengan apa yang dikerjakan oleh raganya. Oleh karena itulah pernyataan syahadat harus dinyatakan dengan lisan, diyakini dalam hati, lalu dinyatakan dalam amal perbuatan. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mengucapkan: “Tiada tuhan selain Allah” dengan jujur dalam hatinya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Bukhari). Allah SWT berfirman: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am: 82). Kejujuran dan kemunafikan diuji melalui cubaan. Cubaan ini akan menjadi pilihan bagi seseorang. Sejarah menunjukkan bahwa cubaan merupakan cara untuk mengetahui siapa yang betul-betul berjuang di jalan Allah, dan siapa yang tidak bersungguh-sungguh berjuang. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman: “Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).”(QS. Al Ahzab : 33).

5-Kecintaan
Kecintaan dalam hal ini yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dan juga mencintai orang-orang yang beriman.
“...Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah...” (QS. Al Baqarah : 165). Cinta kepada Allah SWT yang teramat sangat, merupakan sifat utama orang yang beriman. Mereka juga membenci apa saja yang dibenci oleh Allah SWT. Cinta juga bererti rasa suka yang dapat melapangkan dada. Ia merupakan ruh dari ibadah, sedangkan kalaimah syahadat merupakan ibadah yang paling utama. Dengan rasa cinta ini, segala perintah dan larangan akan terasa ringan, tuntutan dari syahadat akan terasa ringan. Seseorang yang beriman, akan melimpahkan cintanya terlebih dahulu kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan jihad, sebelum mencintai yang lainnya.

“Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu kuathiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”(QS. At Taubah: 9).

Dan jika seseorang ingin merasakan manisnya iman, maka ada baiknya fahami hadits berikut ini:
“Tiga hal, yang barangsiapa dalam dirinya ada ketiganya, akan mendapatkan manisnya iman, bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, bila seseorang mencintai seseorang yang lain, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah; dan apabila ia tidak ingin kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkan dirinya dari kekufuran itu sebagaimana ia tidak ingin dijerlukan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari).

Cinta itu juga harus disertai amarah. iaitu kemarahan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan syahadat, atau dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rasulullah SAW. Selain itu ia juga murka terhadap para pelaku atau pembawa ajaran dengan segala ilmu dan amal yang mereka bawa. Rasulullah SAW bersabda: “Ikatan iman yang terkuat adalah cinta karena Allah dan marah karena Allah.” (HR. Thabrani dari Ikrimah dan Ibnu Abbas).

6-Penerimaan
Penerimaan di sini yaitu kerendahan dan ketundukan, serta penerimaan hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat Islam. Allah SWT berfirman: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al Ahzab: 36).

Ertinya, bagi seorang muslim tidak ada pilihan lain kecuali Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Rasul. Dan mukmin sendiri adalah mereka yang berhukum kepada Rasul Allah SWT dalam seluruh persoalannya, dan ia menerima secara total keputusan Rasul, tanpa ragu-ragu sedikitpun. Allah SWT berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisaa: 65).

Dalam Al Qur’an surat An Nur ayat 51, Allah SWT juga menfirmankan hal serupa. “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".” (QS. Thoha: 124-126).

7-Ketundukan
Pernyataan syahadat harus diiringi dengan ketundukan. Ketundukan iaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya secara lahiriyah. Artinya, kita harus mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Perbezaan antara “penerimaan” (yang sudah dijelaskan di atas) dengan “ketundukan” iaitu bahawa penerimaan merupakan pekerjaan hati, sedangkan ketundukan pekerjaan fizikal.Dalam suatu hadits, dinyatakan: Dari Abi Muhammad Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash RA, berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya tunduk kepada ajaran yang aku bawa.”.

Oleh karena itu, setiap muslim yang bersyahadat perlu melaksanakan ajaran Islam yang merupakan aplikasi kalimah dua syahadat. Ia bertekad dan menentukan agar hukum dan undang-undang Allah SWT berlaku pada dirinya, keluarganya, mahupun masyarakatnya. Dengan kata lain, seseorang yang mengucapkan syahadat, berarti dia juga harus mengaplikasikannya dalam amal soleh. Dan Allah akan membalasnya dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan. Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki mahupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl : 16).

Setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat syahadat di atas, maka akan timbul di dalam dirinya sikap rela dan reda untuk diatur oleh Allah SWT, Rasulullah, dan Islam, dalam kehidupan mereka sehari-hari, dan dalam setiap keadaan.Kita mestilah berpegang teguh dengan kalimat syahadat ini sampailah ajal menjemput kita.

Hanya Allah Yang Maha Mengetahui