Thursday, November 29, 2012

Kitab Riyadhus Shalihin - Taubat



Para alim-ulama berkata:
Taubat itu wajib dilakukan atas setiap perbuatan dosa. Jika dosa itu terjadi antara seseorang hamba dan Allah Taala saja, iaitu tidak ada hubungannya dengan hak seseorang manusia yang lain, maka syarat untuk bertaubat itu ada tiga.

  1. menghentikan ketika itu juga maksiat dilakukan,
  2. merasa menyesal kerana telah melakukan kemaksiatan tadi, dan
  3. berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya.
Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut diatas itu ada yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya. 

Jika dosa itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat syaratnya itu menjadi empat, iaitu tiga syarat yang tersebut diatas dan keempatnya ialah supaya melepaskan tanggungan itu dari hak kawannya. Jika tanggungan itu berupa harta-benda atau seumpama dengan itu, maka wajiblah mengembalikannya kepada orang yang berhak itu, jikalau berupa dakwaan zina atau seumpama dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya, dan jikalau merupakan umpatan, maka hendaklah meminta maaf dari umpatan itu kepada orang yang di umpat-nya. Seseorang itu wajiblah bertaubat dari segala macam dosa, tetapi jikalau seseorang itu bertaubat dari sebahagian dosanya, maka taubatnya sah dari dosa yang dimaksudkan itu, demikian pendapat para alim-ulama yang termasuk golongan ahlulhaq, namun dosa-dosa yang lain-lainnya masih tetap ada dan tertinggal atau belum lagi bertaubat. Sudah jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w. serta ijma' seluruh umat mengenai wajibnya melakukan taubat itu.

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mukmin, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan." (an-Nur: 31)

"Mohonlah keampunan kepada Tuhanmu dan bertaubatlah kepadaNya." (Hud: 3)

"Hai sekalian orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha -yakni taubat yang sebenar-benarnya." (at-Tahrim: 8)

Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya saya memohonkan pengampunan kepada Allah serta bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (Riwayat Bukhari).

Dari Aghar bin Yasar al-Muzani r.a. katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah pengampunan daripadaNya, kerana sesungguhnya saya bertaubat dalam sehari seratus kali." (Riwayat Muslim).

Dari Abu Hamzah iaitu Anas bin Malik al-Anshari r.a., pelayan Rasulullah s.a.w., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya daripada kegembiraan salah seorang dari kamu yang menemui untanya yang hilang di tengah padang pasir." (Muttafaq 'alaih).
Dalam riwayat Muslim disebutkan : "Sesungguhnya Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya ketika hambaNya itu bertaubat kepadaNya melebihi kegembiraan salah seorang di antara kamu yang mengenderai untanya di tengah padang pasir, kemudian untanya lari meninggalkannya, sedangkan di atas unta itu terdapat makanan dan minumannya dan dia pun berputus-asa. Kemudian dia berteduh di bawah sebuah pohon, sedang hatinya sudah berputus asa untuk menemui untanya kembali. Tatkala dia bangun, tiba-tiba, untanya itu berdiri di sisinya, lalu dia mengambil ikatannya. Oleh sebab sangat gembiranya maka ia berkata: "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah TuhanMu". Dia keliru dalam ucapannya disebabkan rasa gembira yang tak terkira memenuhi hatinya"

Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy'ari r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu membeberkan tanganNya - yakni rahmatNya -di waktu malam untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu siang dan juga membeberkan tanganNya di waktu siang untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu malam. Demikian ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah barat - yakni di saat hamper tibanya hari kiamat, kerana setelah ini terjadi, tidak diterima lagi taubatnya seseorang." (Riwayat Muslim).

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah menerima taubatnya orang itu." (Riwayat Muslim)

Firman Allah dalam al-Quran al-Karim, surah An- Nisa', ayat 18 yang berbunyi:
"Taubat itu tidaklah diterima bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan, sehingga di kala salah seorang dari mereka itu telah didatangi kematian - sudah dekat ajalnya dan ruhnya sudah di kerongkongan - tiba-tiba dia mengatakan: "Aku sekarang bertaubat."

Dari Abu Abdur Rahman yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla itu menerima taubatnya seseorang hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongannya (ketika saat meninggal dunia)". Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan dia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

Dari Zir bin Hubaisy, katanya: "Saya datang kepada Shafwan bin 'Assal r.a. bertanya mengenai mengusap dua buah sepatu khuf. Shafwan berkata: "Mengapakah engkau datang ini, wahai Zir?" Saya menjawab: "Kerana ingin mencari ilmu pengetahuan". Dia berkata "Sesungguhnya para malaikat itu sama meletakkan sayap-sayapnya - yakni berhenti terbang dan ingin pula mendengarkan ilmu atau kerana tunduk menghormat - kepada orang yang menuntut ilmu, kerana ridha dengan apa yang dicarinya." Saya berkata: "Sebenarnya saya sudah tergerak dalam hatiku akan mengusap di atas dua buah sepatu khuf itu sehabis buang air besar atau kecil. Engkau adalah termasuk salah seorang sahabat Nabi s.a.w., maka dari itu saya datang ini untuk menanyakannya kepadamu. Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan mengusap sepatu khuf itu daripadanya?" Shafwan menjawab: "Ya pernah. Rasulullah s.a.w. menyuruh kita semua, jikalau kita sedang dalam bepergian, supaya kita jangan melepaskan sepatu khuf kita selama tiga hari dengan malamnya sekali, kecuali jikalau kita terkena janabah, tetapi kalau hanya kerana membuang air besar atau kecil atau kerana sehabis tidur, bolehlah tidak usah dilepaskan." Saya berkata lagi: "Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan cinta?" Dia menjawab: "Ya pernah. Pada suatu ketika kita bersama dengan Rasulullah s.a.w. dalam bepergian. Di kala kita berada di sisinya itu, tiba-tiba ada seorang a'rab (orang Arab dari pegunungan) memanggil beliau itu dengan suara yang keras sekali, katanya: "Hai Muhammad." Rasulullah s.a.w. menjawabnya dengan suara yang sekeras suaranya itu pula: "Mari kemari". Saya berkata pada orang a'rab tadi: "Celaka engkau ini, perlahankan suaramu, sebab engkau ini benar-benar ada di sisi Nabi s.a.w.,sedangkan aku dilarang semacam ini - yakni bersuara keras-keras di hadapannya-. "Orang a'rab itu berkata: "Demi Allah, saya tidak akan memperlahankan suaraku." Kemudian dia berkata kepada Nabi s.a.w.: "Ada orang mencintai sesuatu golongan, tetapi dia tidak dapat menyamai mereka - dalam hal amal perbuatannya serta cara mencari kesempurnaan kehidupan dunia dan akhiratnya. Nabi s.a.w. menjawab: "Seseorang itu dapat menyertai orang yang dicintai olehnya besok pada hari kiamat." Tidak henti-hentinya beliau memberitahukan apa saja kepada kita, sehingga akhirnya menyebutkan bahwa di arah barat itu ada sebuah pintu yang perjalanan luasnya yakni sekiranya seseorang yang berkendaraan berjalan hendak menempuh jarak luasnya itu, maka jarak antara dua ujung pintu tadi adalah sejauh empat puluh atau tujuh puluh tahun." Salah seorang yang meriwayatkan Hadis ini yaitu Sufyan mengatakan: "Di arah Syam pintu itu dijadikan oleh Allah Ta'ala sejak hari Dia menciptakan semua langit dan bumi, senantiasa terbuka untuk taubat, tidak pernah ditutup sehingga terbitlah matahari dari sebelah barat yakni dari dalam pintu tadi.". Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan lain-lainnya dan Imam Termidzi mengatakan bahwa Hadis ini adalah hasan shahih.

Dari Abu Said, yaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a. bahwasanya Nabiullah s.a.w. bersabda:
Ada seorang lelaki dari golongan ummat yang sebelummu, telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, kemudian dia menanyakan tentang orang yang paling alim dari penduduk bumi, lalu ditunjukkan padanya seorang pendeta. Lalu dia bertemu dengan pendeta itu, dan menyatakan bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: tidak dapat. Lalu dibunuh pendeta tersebut. Maka jumlah yang dibunuhnya kini, berjumlah seratus orang. Lalu dia bertanya lagi tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah membunuh seratus manusia, apakah masih diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: Ya, masih dapat, siapa yang dapat menghalang engkau dengan taubat itu. Pergilah engkau ke tanah yang begini-begini, sebab di situ ada beberapa kelompok manusia yang menyembah Allah Ta'ala, maka sembahlah Allah bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke negerimu, sebab negeri mu adalah negeri yang buruk. Maka, orang itu terus menuju ke tempat tersebut, sehingga telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba dia mati. Kemudian, malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan berebut untuk mengambil lelaki tersebut. Malaikat kerahmatan berkata: Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta'ala. Malaikat siksaan berkata: Bahwasanya orang ini sama sekali belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun. Selanjutnya ada seorang malaikat yang datang dalam bentuk seorang manusia sebagai hakim untuk menetapkan yang mana satu benar. Dia berkata: Ukurlah jarak dua tempat itu, ke mana dia lebih dekat letaknya, jikalau lebih dekat ke tempat untuk melaksanakan taubatnya itu,   orang itu adalah milik malaikat kerahmatan, dan jikalau lebih dekat dengan tempat asalnya, maka orang tersebut akan menjadi milik malaikat siksaan. Malaikat-malaikat itu pun mengukur, dan didapati orang tersebut lebih dekat kepada tempat  untuk dia melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu, dia dijemput oleh malaikat kerahmatan." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Nujaid , lmran bin Hushain al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma berkata:
Seorang wanita dari suku Juhainah datang berjumpa dengan Rasulullah s.a.w., dan dia sedang hamil kerana berzina. Kemudian wanita itu berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had - hukuman - maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabi s.a.w. lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda: "Berbuat baiklah kepada wanita ini, dan apabila wanita ini telah melahirkan bayinya, bawalah wanita ini kepadaku." Wali tersebut melakukan apa yang disuruh. Setelah bayinya lahir, Nabi s.a.w. memerintahkan untuk dilaksanakan hukuman, wanita itu diikat, kemudian direjam. Selanjutnya Nabi s.a.w. menyembahyangkan jenazah wanita itu. Umar berkata pada Nabi: Tuan menyembahyangkan nya, Ya Rasulullah, sedangkan dia telah berzina?. Nabi s.a.w. bersabda: Dia telah benar-benar bertaubat dan seandainya taubat nya itu dibahagikan kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah, pasti masih cukup. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata kerana mencari keridhaan Allah 'Azzawajalla.
(Riwayat Muslim)

(petikan sahih Riyadatul solihin-Imam Nawawi)